JAKARTA – Pengungkapan peristiwa yang sebenarnya atas pembunuhan Brigadir J semakin menemui titik terang dengan ditetapkannya Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka utama.
Seperti diketahui, di awal-awal peristiwa ini, Irjen Ferdy Sambo berhasil menciptakan kondisi untuk menutupi peristiwa, menghilangkan barang bukti dan membangun ilusi kebenaran dengan menyakinkan banyak pihak untuk percaya pada informasi bohong.
Dampak buruk dari itu, banyak pihak yang ikut terkecoh dan terjerat dalam perangkap korban informasi bohong.
Aktivis HAM Fery Kusuma meminta Polri lebih teliti dalam mengusut pihak-pihak yang diduga melakukan obstruction of justice di kasus pembunuhan Brigadir J.
Saat ini, pemeriksaan masih terus dijalankan oleh Polri, dan dalam proses itu salah satu unsur pidana yang akan terus dicari dan digali mengenai Obstruction of Justice.
“Agar pihak-pihak yang diduga secara sengaja dan atas pengetahuannya melakukan obstruction of justice bisa dimintai pertanggungjawaban hukum,” ucapnya.
Apa itu obstruction of justice?
Secara sederhana dapat dikatakan Obstruction of justice adalah suatu perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana karena menghalang-halangi atau merintangi proses hukum pada suatu perkara.
Jadi jelas, bahwa apa itu obstruction of justice merupakan tindakan yang melawan hukum, dan dapat dikenai pasal berlaku sesuai hukum di Indonesia.
Harus hati-hati
Fery mengatakan obstruction of Justice harus berpijak pada unsur penting.
Pertama, adanya tindakan menyebabkan tertundanya proses hukum.
Kedua, pelaku mengetahui tindakannya atau menyadari perbuatannya dan ketiga, pelaku melakukan atau mencoba tindakan menyimpang yang bertujuan untuk mengganggu atau mengintervensi proses atau administrasi hukum.
Oleh karena itu, menurutnya, penanganan Obstruction of Justice harus benar-benar profesional, objektif dan fair agar tidak berimplikasi pada permasalahan lain yang lebih rumit di kemudian hari.
“Polri harus teliti dan hati-hati dalam menentukan salah dan benar, serta menentukan derajat kesalahan setiap orang agar tidak ada penghukuman yang melampaui kesalahan. Jangan sampai mempersangkakan seseorang dengan cara-cara abuse of power atau berusaha mencari-cari kesalahan untuk mengkriminalisasi seseorang.”
“Di samping itu, mereka yang telah dibohongi oleh para tersangka, tidak boleh dipaksakan untuk dijerat sanksi etik dan/atau Obstruction of Justice. Hal itu tidak dibenarkan karena bertentangan dengan konsep hukum dan hak asasi manusia,” tandasnya.